Minggu, 30 April 2017

Itulah Fransiskus! Itulah Guido Conforti!....




Kami mengawali pertemuan bulanan dengan mudika ‘Missione Giovani’ dengan acara makan siang bersama sebagaimana sering kami lakukan sebelumnya, bahkan sudah menjadi bagian dari program pertemuan dengan maksud membangun rasa saling memiliki dan mengenal satu sama lain. Nilai tambahnya adalah saling berbagi dan saling memperhatikan dengan cara membawa sesuatu untuk dimakan bersama. Meski diakui bahwa makanan, roti, lauk pauk, buah-buahan yang mereka bawa bukan merupakan hasil keringat atau karya tangan mereka, karena ada yang dibuat oleh mama, adapula yang dibeli. Nilai yang mau ditanamkan adalah agar masing-masing dari mereka mulai berpikir dan mulai peduli dengan orang lain. 

Setelah selesai makan dan membereskan meja, tepatnya jam 15.15, kami menuju ke kapela yang ada di lantai dasar untuk berdoa selama duapuluh menit. Saat itu saya menawarkan tiga teks untuk didoakan bersama: Mzm 23, Surat kedua rasul Paulus kepada jemaat di Korintus 5,14-20 dan terakhir adalah teks “Salib Kristus adalah Buku Besar” karangan St. Guido Maria Conforti. Saya sengaja memilih teks-teks ini karena merupakan teks-teks bermakna bagi hidup pendiri kami. Di awal dan di akhir dari teks-teks ini disajikan dua lagu yang sering kami nyanyikan bersama.

Skema doa pembuka di atas merupakan pengantar untuk masuk pada tema khusus pertemuan ini yaitu l’appartenenza alla spiritualità missionaria saveriana “merasa diri bagian dari spiritualitas xaverian”. Tema ini merupakan sesi ketiga setelah tema pertama ‘menjadi bagian dari Yesus Kristus’ yang telah kami bahas tiga bulan lalu, dan tema kedua ‘menjadi bagian dari Gereja Kristus’ yang telah kami tawarkan dua bulan lalu. Tujuan kami saat menawarkan tema-tema ini kepada mereka adalah memberi gambaran tentang esensi missionaris: bahwa misi xaverian merupakan amanah dari Gereja untuk memperkenalkan Yesus Kristus kepada orang yang belum mengenal-Nya. 

Saya mulai memaparkan tema dengan bertanya “Apa bedanya antara St. Fransiskus Xaverius dan St. Guido Maria Conforti?” bagi para xaverian. Paola menjawab bahwa St. Guido Conforti adalah pendiri para Xaverian dan menghendaki agar para Xaverian memiliki semangat misi St. Fransiskus, yang dipilihnya sebagai pelindung serikat. Intervensiku terbatas pada dua tokoh ini karena setelah saya akan ada dua orang yang memberi kesaksian nyata tentang pengalaman mereka ketika menghidupi spiritualitas Xaverian. 

Pertama-tama saya membahas tentang St. Fransiskus. Beliau lahir di Javier tanggal 7 April 1506 dari keluarga borjuis. Ketika sedang studi di Paris dia mengalami kesulitan ekonomi dan Ignazio di Loyola yang membantunya dalam hal ini dan ketika Fransiskus tahu kebaikan hati Ignazio Fransiskus meminta sahabatnya itu untuk mengajarnya menjadi orang baik. Sempat juga dia mengajar filsafat di Parigi, tapi toh hal itu tidak mengurungi niatnya untuk bersikap rendah hati dalam meminta bantuan Ignazio. Jadi, Fransiskus adalah pribadi yang rendah hati. Selain sikap rendah hati Fransiskus merupakan juga pribadi yang siap sedia menjalankan tugas ketika dibutuhkan, buktinya ketika paus meminta Ignazio, setelah mereka membangun Serikat Yesus, untuk mengirim seorang imam ke India, Fransiskus menerima ditugaskan menggantikan Bobadila yang tidak jadi berangkat karena sakit. Fransiskus merupakan pribadi yang peduli terhadap sesama yang membutuhkan dan rela melupakan kepentingan dirinya; ini terjadi ketika dia menolak untuk istirahat meskipun sakit demi melayani dan merawat para pekerja kapal yang hampir meninggal. Ketika tiba di India tak henti-hentinya dia mengajarkan doa-doa pokok katolik kepada umat dan setelahnya dia membaptis mereka; dia menyediakan waktu sepanjang pagi sampai sore untuk mmebaptis umat dan malam harinya dia khususkan untuk doa. Yang dia pikirkan hanyalah keselamatan jiwa mereka. Dari sikapnya ini dapat disimpulkan bahwa beliau adalah orang yang berdedikasi tinggi demi keselamatan dan kebaikan orang lain, seluruh hidupnya dicurahkan bagi sesama dan Tuhan. Dia mimiliki iman yang kuat kepada Tuhan dan karena itu sangat berani menghadapi tantangan apapun. Dikatakan bahwa ketika samapai di Ternate dia mendapat kabar bahwa orang-orang di Kepulaun Moro sangat membutuhkannya, padalah diceritakan bahwa di sana ada banyak pemburu kepala. Banyak orang melarang beliau untuk pergi, tapi dia tetap pergi serta menolak tawaran untuk mempersiapkan obat anti racun karena, dikatakan, setiap tamu baru yang datang akan ditaruh racun dalam makanan. Fransiskus tidak peduli soal itu karena dia yakin bahwa Tuhan yang mengutusnya ke sana. Karena sikapnya yang demikian banyak orang yang mengaguminya. Dia bahkan sempat menulis surat kepada para dosen dan mahasiswa di Parigi untuk meninggalkan kampus dan datang ke tempat itu karena ada banyak nyawa yang perlu diselamatkan. Itulah Fransiskus! 

Guido Maria Conforti lahir di Ravadese, Parma, tanggal 30 Maret 1865. Dia menjalankan masa sekolah dasarnya di Parma dan setiap kali pergi dan pulang sekolah dia selalu singgah untuk berdoa sambil menatap Kristus yang tersalib dalam Gereja yang sering disebut gereja Damai. Memandang Yesus yang tersalib atau membiarkan diri dipandang oleh Yesus tersalib menjadi awal panggilan missioner Conforti. Ketika berada di seminari kecil dia sempat membaca biografi di missionaris ulung d’Oriente, St. Fransiskus Xaverius dan sangat tertarik untuk melanjutkan misinya ke Cina. Ketika sadar bahwa dirinya tidak bisa menjadi missionaris untuk pergi ke Cina, pada tanggal 3 Desember 1895, Guido resmi menerima rajawali-rajawali muda Kristus dan dididik dalam semangat missioner St. Fransiskus, karena itu dia menamakan serikatnya ‘Institusi Missioner di St. Fransiskus Xaverius’ atau sering dikenal dengan Serikat Xaverian. Dia menginginkan agar anak didiknya mewujudkan mimpi Fransiskus untuk masuk ke Cina dan mewartakan Yesus Kristus di sana. Mimpinya ini terlaksana selama kurang lebih limapuluhan tahun sejak berdirinya sampai akhirnya pemerintah Cina pada tahun empatpuluhan mengusir semua orang asing dari Cina termasuk para missionaris. Setelah diusir dari Cina para Xaverian membuka lahan baru untuk bermisi dan karena itu para Xaverian hadir di beberapa negara di Asia, Afrika, Amerika dan Eropa. 

Saat mendirikan serikat Conforti menghendaki agar para Xaverian mewartakan Yesus Kristus kepada orang yang belum mengenal-Nya. Itu berarti membuka diri untuk pergi mengenal dan bertemu dengan orang lain memiliki keyakinan yang berbeda dengan keyakinannya. Hal ini merupakan sebuah ide baru pada jaman Conforti yang kemudian menjadi hal resmi bagi Gereja universale sejak Konsili Vatikan II. Membuka diri kepada orang lain terutama membawa pesan Kristus sejalan dengan slogan ‘Gereja yang bergerak keluar’, ‘Gereja yang lebih baik kotor daripada menutup diri’ dari Paus Fransiskus. 

Sebuah catatan penting adalah bahwa untuk bisa mewartakan Kristus kepada orang yang belum mengenal-Nya, para Xaverian pertama-tama harus mengenal Yesus, mempunyai hubungan yang mendalam dengan-Nya. Hal itu dimungkinkan ketika dari dalam ada keluarga yang memperhatikan dan merawat aspek ini. Itulah sebabnya Conforti menghendaki adanya semangat keluarga atau komunitas bagi anak-missionernya. Sangat terkenal sloganya ini ‘’Menjadikan dunia satu keluarga dalam Kristus’’. Hal itu dimungkinkan kalau keluarga kecil Xaverian terbentuk oleh semangat, cara hidup dan nilai-nilai Yesus Kristus sendiri. Pengalaman dipandang oleh Kristus yang tersalib menjadi pengalaman dan formasi utama dari setiap Xaverian. 

Dua tokoh ini sangat komplementer. St. Fransiskus pergi ke misi didorong oleh semangat untuk menyelamatkan jiwa, untuk mengantar jiwa-jiwa umat kepada Kristus. Conforti pertama-tama memiliki pengalaman yang mengena dari Kristus yang memandangnya maka bersedia menjadi bapak dari para missionaris. Conforti berjasa membangkitkan semangat missioner kepada orang lain karena dia membiarkan diri dicintai dan disentuh oleh Yang Tersalib. Dengan kata lain Guido Conforti bersumbangsih mengantar Dia yang Tersalib kepada jiwa-jiwa umat. Itulah Guido Conforti! Keduanya memiliki hati yang sama: terbuka menjumpai yang lain.
Salerno, 30 April 2017