Selasa, 31 Januari 2017

Jejak sepatuku di Salerno…



Salerno, 7 Januari 2017


Untuk pertama kalinya saya bisa melihat jejak sepatuku di atas jalan yang sering kulalui sejak saya tiba di Salerno 14 Oktober 2016 lalu. Saya mengenalnya karena saya merupakan orang pertama yang melalui jalur ini tadi pagi. Hal yang baru bukanlah diriku, bukan aspal yang berubah dan bukan pula jejak kakiku melainkan salju yang memungkinkanku melihat jejakku. Ketika kuberjalan sepanjang jalan Fra Giacomo Acquviva hanya bekas kakiku saja yang ada, namun ketika saya sampai di persimpangan gereja Santo Paulus ternyata sudah ada jejak ban mobil dan motor. Bahkan ada sebuah motor yang berusaha melewati jalan bersalju, namun tidak berhasil bergerak sebagaimana mestinya dan memaksa pengendaranya turun untuk menuntun motor itu demi keselamatanya sendiri.

Tidak kubiarkan moment indah ini berlalu begitu saja tanpa mengabadikannya pertama-tama dengan mata telanjang: melihat sambil mengagumi salju yang bertebaran di mana-mana: di atas rumah, di atap mobil, di daun, di atas kursi, di atas tangga dan terutama di atas aspal termasuk di bukit Arecchi. Setelah itu kuambil handphoneku untuk memotret jejak kakiku di atas salju, mengambil dua video dengan harapan untuk disharekan ke teman-temanku nun jauh di asia sana. Saya senang melakukan ini meskipun sebenarnya tanganku menjadi sangat beku karena suhu yang dingin serta diterpa angin yang lumayan kencang.

Petualanganku pagi ini bukan demi salju melainkan demi tugas: pergi merayakan misa di komunitas suster para puteri gereja dengan jarak tempuh sepuluh sampai lima belas menit dalam kondisi normal. Namun hari ini saya membutuhkan waktu lebih dari tigapuluh menit: selain karena ‘bermain salju sambil narsis’ tapi juga karena berjalan di atas salju resikonya besar sekali. Hal itu saya rasakan ketika harus melewati jalan yang miring: konsentrasi harus terfokus karena harus memastikan langkah sebab ketika salah melangkahkan kaki maka konsekuensinya adalah terbelanting seperti ranting pohon yang jatuh. Tidak boleh menghayal saat jalan di atas salju apalagi mata belalak sana sini: itu alamatnya tidak lain dan tidak bukan adalah salah alamat; bisa-bisa berakhir di rumah sakit. Buah konsentrasiku sangat baik: saya tiba dengan sehat di kapel dan merayakan misa hanya dengan tiga suster.

Saat pulang situasinya lain: salju yang turun mulai berkurang, angin mulai mereda namun di beberapa tempat saljunya berubah menjadi beku dan mencair sehingga membuat jalan menjadi licin. Orang yang tidak hati-hati saat berjalan akan merasakan perihnya terjun bebas alias tergelincir. Itu memang nyata ketika saya sedang berusaha berjalan di jalan yang rata tapi sangat licin karena sudah banyak mobil yang melewati jalan itu. Dua meter dari hadapanku seorang laki-laki dewasa, kira-kira berumur di atas lima puluh tahun, dengan pakaiannya yang lumayan elegan, sedang berjalan beralawanan arah denganku. Dia sedang menatap tajam ke depan, penuh percaya diri sambil melangkahkan kaki, eh ternyata saat itu kaki kanannya meleset dan seluruh tubuhnya terjerembab ke tanah, dan itu terjadi hanya dalam sekejap mata. “Niente da fare” pensavo. Dalam hati saya berucap salah langkah dan jatuh memang normal, karena kesalahannya sendiri.

Tidak jauh sesudah itu saya menemukan hal yang lebih aneh, paling tidak menurutku. Saya sudah memasuki zona tempat tinggal kami, di daerah Irno. Saya sedang mendaki sebuah tanjakkan kecil ketika kudengar seorang laki-laki yang bilang, “ayo cepat, cepat. Jangan ke situ, itu sangat licin”. Saya, sambil jalan, saya berusaha mencari lawan bicara dari orang ini. Benar bahwa tidak ada orang lain di situ, yang ada hanya seekor anjing besar yang sedang dia temani. Eh ternyata orang ini sedang berbicara dengan anjingnya. Dalam hati saya berujar “ternyata dunia dongeng itu benar di mana binatang pun bisa diajak bicara”bahkan di dunia modern seperti italia.

Ternyata melihat orang berbicara dengan anjing bukanlah akhir dari keanehan yang kujumpai di hari bersalju, di Salerno lagi. Ada yang lebih buruk dan lebih tidak masuk akal di mana seorang ibu jatuh terjerembab karena berusaha berlari kecil mengikuti irama lari dari anjingnya. Anehnya: ada salju, jalan menurun dan lari karena ikut anjing yang sedang lari.

Dalam hati kecilku kuingat orang-orang di kampungku yang sangat penasaran mencari tahu bagaimana bentuknya salju dan apa yang bisa dibuat saat salju. Mereka sangat teliti mendengar rasa kagumku ketika saya melihat salju secara langsung. Mengingat hal itu saya pun berujar pasrah dalam hati, “Mereka pasti akan semakin merasa aneh melihat orang yang lari dan jatuh tergelincir di salju gara-gara anjing”.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar