Pengantar
Orang Dawan[2] melihat dan menyakini manusia selalu bersifat relasional. Manusia membutu'hkan yang lain dalam hidupnya.
Relasionalitas manusia ini terjalin baik kepada yang ilahi atau realitas metaempiris (relasi vertikal) dan kepada sesama manusia (horisontal). Manusia bergantung kepada yang ilahi karena manusia berasal dari yang ilahi. Manusia juga senantiasa berelasi dengan sesama manusia. Relasionalitas horisontal ini dalam kultur Dawan dipengaruhi oleh pola relasi kosmis. Konsep bipolaritas kosmis sangat kuat dalam kultur Dawan ini ditemui dalam relasi "feto-mone" (jantan-betina; pria-wanita), "be'i-na-i" (kakek-nenek), dll. Artinya, seseorang ada selalu karena ada pasanganya. Pertanyaanya dalam konteks ini ialah, "Bagaimana relasi manusia dengan yang ilahi terjalin? Apa atau siapa yang menjembatani relasi tersebut? ".
Bandingkan misalnya dengan kristianitas. Kristianitas mengakui Allah mempunyai sifat yang berbeda dari kualitas manusia. Kualitas Allah jauh lebih lebih unggul bahkan dikatakan mahaunggul atas kualitas manusia. Bagaimana memjembatani relasi Allah dan manusia ini? Jawabannya ialah wahyu Allah sebagai perantara relasi tersebut. Yesus Kristus adalah perantara Allah dan manusia. Maka, inkarnasi dipahami sebagai peristiwa Allah menjadi manusia sekaligus manusia diilahikan dalam dan melalui Yesus Kristus. Maka, ketika seseorang menghidupi dan meneladani cara hidup Yesus, dia sudah berelasi dengan Allah bahkan sudah mulai mengalami kualitas diri Allah. Relasi kekristenan adalah relasi dengan pribadi Yesus Kristus. Dalam konteks semacam ini, bagaimana relasi yang ilahi dan manusia terjalin dari perspektif agama lokal Dawan adalah hal yang mau ditunjukkan dalam tulisan ini.
Yang ilahi dan Manusia
a. Siapa Yang Ilahi
1. Uis Neno
Lanur[3] menegaskan bahwa Uis Neno adalah nama wujud tertinggi atau yang ilahi yang diakui dan diyakini oleh orang Dawan. Mereka meyakininya sebagai wujud tertinggi yang mempunyai peranan sentral bagi eksistensi mereka. Hal ini berkaitan dengan keyakinan mereka bahwa manusia diciptakan justru oleh Uis Neno.
Identifikasi Uis Neno sebagai wujud tertinggi atau yang ilahi tidak terlepas dari kultur sosial politik masyarakat Dawan. Term Uis Neno terdiri atas 2 kata yaitu "Uis" dan "Neno". "Uis" berarti tuan, raja. Gelar ini dalam konteks mereka adalah gelar bagi bangsawan pria yang tentunya punya kedudukan tinggi dalam masyarakat dan karena itu sangat dihormati. Term "Neno" berarti hari, matahari, dan langit. Maka, secara etimologis "Uis Neno" berarti raja matahari, raja langit atau penguasa matahari.
Identifikasi ini perlu dimengerti secara simbolis bukan kosmis. Term matahari, langit misalnya bukan berarti matahari, langit yang kita mengerti dalam arti biasa. Karena itu term matahari bukanlah personifikasi dari yang tertinggi itu. Namun sebaliknya harus dipahami dan ditafsirkan sebagai term simbolis untuk menyapa wujud tertinggi, yang tidak terselami oleh pikiran manusia. Jadi, Uis Neno adalah sapaan orang Dawan untuk menyapa realitas tertinggi yang diyakini punya kekuatan, punya otoritas atas manusia karena itu manusia perlu menghargainya, menghormatinya dan taat padanya. Jadi, yang ilahi atau wujud tertinggi diidentifikasi sebagai Uis Neno dalam kultur Dawan.
Selain Uis Neno, roh leluhur yang disebut Bei-Nai juga diakui dan diyakini punya pengaruh besar dalam hidup masyarakat suku Dawan. Bei-nai mampu melindungi dan memelihara anggota keluarga yang masih hidup bahkan Bei-nai dijadikan pengantara yang baik manusia kepada Uis Neno.
2. Uis Neno Mnanu dan Uis Neno Pala
Uis Neno Mnanu adalah Tuhan Allah Tinggi, penguasa langit. Ia diidentifikasi dengan matahari, sumber terang. Ia diyakini sebagai sumber cahaya yang bernyala-nyala dan juga pencipta clan penopang hidup mereka. Uis Neno Pala ialah Tuhan Allah Rendah, Tuhan Allah Bumi (Uis Pah). la berperan sebagai pemberi kesejukan, kenyamanan, dan kesejahteraan. Uis Neno Mnanu tetap berbeda dari Uis Neno Pala.
3. Relasi Uis Neno Mnanu dan Uis Neno Pala
Relasi keduanya diidentifikasi sebagai relasi feto-mone. Term feto-mone berarti betina-jantan; wanita-pria. Feto adalah term simbolis betina atau wanita bagi Uis Neno Pala. Mone adalah term simbolis untuk jantan atau pria dari Uis Neno Mnanu. Identifikasi wanita-pria, betina-jantan terhadap realitas tertinggi bukan berarti identifikasi persona yang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Identifikasi feto-mone perlu dimengerti dalam arti analogis-metaforis. Tujuannya ialah untuk menggambarkan relasi wujud tertinggi. Melalui Uis Neno Mnanu (jantan atau mone) mengalirlah kesuburan yang menghidupkan. Artinya Uis Neno Mnanu diyakini sebagai pemberi hidup, pencipta, penopang hidup manusia. Term feto atau wanita diyakini sebagai yang berperan melindungi dan memelihara kehidupan. Rahim feto atau wanita adalah tempat yang aman untuk suatu kehidupan barn.
Relasi Uis Neno Mnanu dan Uis Neno Pala adalah bahwa Uis Neno Mnanu (pria) memberi kesuburan yang menghidupkan kepada orang Dawan melalui rahim feto dari Uis Neno Pala. Sumber hidup orang Dawan justru berasal atau dianugerahkan oleh realitas tetinggi. Oleh karena itu, manusia perlu mengandalkannya dan tentunya harus taat padanya. Bukti ketergantungan mereka ialah dengan melakukan ritual-ritual yang memungkinkan sumber penghidupan tetap dianugerahkan oleh wujud tertinggi ini kepada mereka. Jadi, relasi keduanya bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
b. Siapa Manusia
Orang Dawan menyakini bahwa manusia sebagaimana, langit dan bumi diciptakan oleh Uis Neno. Manusia diciptakan justru atas kerjasama Uis Neno Mnanu dan Uis Neno Pala. Mite Neno Nima menjelaskan bagaimana alam semesta termasuk manusia diciptakan. Penciptaaan manusia terjadi seperti ini bahwa Koko (seekor ular besar) menetap pada sebuah pohon di bumi. Koko dianggap sebagai penguasa bumi (Uis Pah). Suatau ketika saat ular besar ini ini keluar dari sarangnya, datanglah seekor rusa menempati pohon tempat ular tinggal. Lantas, ular memakannya dan meninggalkan hanya kepala dan kulitnya. Tidak lama kemudian sebuah 'benda asing' keluar dari hidung rusa itu tanpa lengan, kaki, dan tangan. Atas kehendak Uis Neno benda itu dibiarkan hidup selama 5 hari. Benda itu kemudian berubah menjadi manusia tanpa nafas. Uis Neno kemudian menghembusinya nafas sehingga dapat hidup dan diberi nama Lasa. Kemudian Uis Neno menciptakan seorang wanita dari tulang rusuk Pah Tuaf untuk dijadikan istri Lasa. Uis Neno Mnanu dan Uis Neno Pala (Uis Pah, Pah Tuaf) bekerjasama menciptakan manusia.
Hal yang mau dikatakan dari mite ini ialah alam semesta termasuk manusia berasal dari suatu kekuatan metaempiris yang melampui kekuatan manusia. Di hadapan kekuatan ini, manusia tidak berdaya. Berhadapan dengannya, manusia perlu taat, takut, pasrah. Jelaslah bahwa wujud tertinggi adalah pihak yang menghadirkan manusia ke bumi.
Selain diciptakan oleh wujud tertinggi, manusia menurut orang Dawan terbentuk oleh badan dan jiwa. Badan atau unsur ragawi disebut "aof' berasal dari kata "au" yang berarti saaya. Aof ini menyatakan keseluruhan diri manusia dan aof dapat mati. Jiwa atau "smanaf' adalah unsur dalam, prinsip hidup, unsur inti dan keselamatan manusia. Unsur ini tidak akan mati ketika aof atau tubuh ragawi mati. Smanaf akan kembali menuju Uis Neno saat tubuh ragawi mati.
Dengan demikian, manusia berasal dari yang ilahi dan akan kembali ke yang ilahi (Uis Neno). Konsekuensinya ialah manusia tidak bisa melepaskan diri darinya. Dengan kata lain manusia perlu berelasi dengan yang ilahi itu. Kultur Dawan sendiri menunjukan bahwa manusia bersifat relasional. Artinya keberadaan manusia tidak bisa tunggal, terpisah dari yang lain. Manusia harus selalu berkaitan dengan yang lain baik yang sifatnya horisontal maupun yang vertikal. Lantas, bagaimana menjembatani relasi yang ilahi denngan manusia, ciptaanya?
Bagaimana menjembatani relasi yang ilahi dan manusia?
Orang Dawan membutuhkan perantara untuk menghubungkan relasi manusia dengan yang ilahi. Perantara ini sangat penting karena kualitas yang tertinggi atau yang ilahi itu jauh berbeda dengan kualitas/sifat manusia. Ini berkaitan dengan keyakinan bahwa yang ilahi itu mempunyai kualitas "Le'u" yang berarti keramat, sakral, kudus, agung, mulia, penuh daya sehingga ia tidak dapat didekati secara langsung oleh manusia. Manusia perlu mengandalkanya dan tunduk padanya. Jadi, perantara ini memungkinkan manusia berelasi, mendekati yang ilahi tersebut.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ketergantungan relasional manusia terhadap yang ilahi disimbolkan oleh apa yang mereka yakini sebagai Uma Le'u (Rumah Adat) termasuk Ni Ainafnya (tiang inti), dan Hau Teas. Dengan melakukan ritual tertentu atau berhadapan dengan simbol-simbol ini, mereka merasa sedang menghubungkan diri dengan realitas adikodrati. Artinya ialah mereka mengungkapkan ketergantungnan mereka justru melalui simbol-simbol ini. Berikut ini penulis akan menjelaskan makna simbolis religius dari hal-hal tersebut meski sebenarntya makna antropologis juga termuat dalam simbol-simbol tersebut. Fokusku ialah makna religius untuk menjembatani kerinduan relasional mereka terhadap yang ilahi.
a. Leluhur (Bei-nai)
Leluhur dianggap sebagai mediator utama relasi manusia dengan Uis Neno. Leluhur bahkan dianggap sebagai pelinclung clan pemelihara hidup bagi anggota suku yang masih hidup.
b. Rumah Adat (Uem Le'u)
Rumah Adat sangat penting bahkan dianggap pusat hidup mereka. Karena, rumah adat mempunyai nilai religius dan antropologis. Nilai antropologisnya disimbolkan oleh sebuah batu kecil yang ditaruh di bawah tiang agung untuk setiap anggota suku baru yang lahir atau masuk. Jumlah batu kecil yang terdapat dalam rumah adat mewakili jumlah anggota-anggota suku yang masih menjadi bagian dari suku itu.
Nilai religiusnya terletak pada keyakinan orang Dawan yang melihat rumah adat sebagai tempat pertemuan antara manusia dengan Uis Neno dan leluhur. Rumah adat menjadi tempat perjumpaan antara kekuatan yang tak kelihatan atau metaempiris atau adikodrati dengan manusia. Atas dasar ini rumah adat dianggap tempat atau rumah kudus, sakral, kramat (Uem Le'u). Kehadiran yang ilahi memungkinkan keberlangsungan hidup manusia dan untuk menopang hidup mereka.
Ni Ainaf (tiang inti) yang ada di tengah atau pusat rumah adat diyakini sebagai sarana penghubung antrara Uis Neno (yang ilahi), leluhur, dan manusia. Oleh karena keyakinan ini, orang Dawan melakukan doa, ritual, dan meletakan persembahan di sekitar Ni Ainaf. Bahkan dikatakan juga bahwa segala Le'u (benda keramat) yang digantungkan pada tiang ini merupakan simbol berkat, rahmat, damai sejahtera Uis Neno dan leluhur yang dibutuhkan oleh anggota keluarga suku. Dengan ini mau dikatakan bahwa Ni Ainaf menjadi simbol di mana manusia memperoleh berkat, rahmat dan damai sejahtera tanda kehadiran Uis Neno.
c. Tiang bercabang (Hau Teas )
Hau Teas adalah pohon bercabang tiga yang ditanam di tengah kampung di depan rumah adat suku Dawan. Secara etimologis, term Hau Teas berasal dari 2 kata Dawan; Hau atau Haub yang berarti kayu, pohon; dan Teas yang berarti teras, inti, penopang. Jadi, Hau Teas berarti pohon inti yang kuat sebagai penopang hidup mereka. Dengan arti lain dapat dikatakan bahwa Hau Teas adalah simbol yang merujuk pada sesuatu yang menjadi penopang hidup mereka.
Hau Teas mempresentasikan kehadiran Uis Neno Mnanu, Uis Neno Pala, dan Bei-nai (leluhur). Ketiga cabang dari kayu inti ini memiliki ukuran yang berbeda sesuai dengan maknanya masing-masing. Cabang yang lebih tinggi atau panjang ukurannya melambangkan kehadiran Uis Neno Mnanu, Allah langit atau Allah tinggi. Cabang yang lebih rendah atau pendek ukurannaya mempresentasikan kehadiran Uis Neno Pala, Allah bumi. Sedangkan, cabang yang terpendek melambangkan kehadiran leluhur. Di bawah pohon ini juga tersedia 3 batu ceper tempat meletakan persembahan untuk ketiga kekuatan adikodrati yang mereka yakini hadir. Jadi, Hau Teas adalah simbol kehadiran dan keterlibatan yang ilahi atau realitas adikodrati dalam hidup mereka.
Akibatnya ialah Hau Teas dari segi manusia menjadi sarana komunikasi manusia dengan Uis Neno dan leluhur. Mereka menerima clan mengalami kehadiran yang ilahi ketika berada dalam rumah adat dan melakukan ritual sebagaimana yang mereka yakini. Dengan demikian, ritual, doa, persembahan yang diadakan di sekitarnya dilihat sebagai ungkapan relasional manusia kepada yang adikodrati; entah untuk menyatakan ketergantungan, hormat juga permohonan mereka kepada yang ilahi dan leluhur.
Kesimpulan
Roh leluhur menjadi perantara relasi antara manusia dengan yang ilahi. Bahkan leluhur diyakini selain sebagai perantara kepada yang ilahi tetapi juga sebagai pelindung dan pemelihara hidup anggota suku yang hidup.
Selain itu, rumah adat termasuk Ni Ainafnya serta Hau Teas adalah simbol yang menjembatani relasi antara yang ilahi dan manusia. Saat berada dalam rumah adat, mereka merasa berdialog, bertemu, bahkan berada bersama yang ilahi dan leluhur. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa ritual di sekitar Ni Ainaf memampukan mereka untuk merasakan dan memperoleh rahmat, berkat dari Uis Neno dan leluhur. Begitu juga dengan Hau Teas sebagai simbol kehadiran Uis Neno Mnanu, Uis Neno Pala dan leluhur dalam hidup mereka. Realitas metaempiris tersebut hadir untuk menopang hidup mereka. Oleh karena itu sepantasnya mereka menghargai dan menanggapinya dengan berdoa, melakukan ritual clan memberi persembahan. Tindakan-tindakan tersebut menjadi ekspresi relasional-komunikatif manusia dengan yang ilahi dan leluhur.
Daftar Pustaka
Lanur, Alex, 1999, Manusia dan Kebudayaan II.- Agama-agama di Indonesia, Jakarta: STF Driyarkara (Silabus Kuliah untuk tahun ajaran 1999/2000).
[1] Tulisan ini merupakan tugas kuliah Agama-agama lokal saat kuliah semester VI (Juni 2010) di STF Driyarkara, Jakarta.
[2] Suku Dawan adalah suku asli yang tinggal di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Timor Barat, NTT.
[3] Lanur, Alex, 1999, Manusia dan Kebudayaan II. Agama-agama di Indonesia, Jakarta: STF Driyarkara (Silabus Kuliah 1999/2000). Bahan utama tulisan ini berasal dari tulisan Prof. Dr. Alex Lanur ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar