Selasa, 20 Agustus 2013

BERNADETA, NAMA GADIS ITU!

Di depan Gua Maria Lourdes





“……Awalnya, saya datang ke sini, Lourdes(Perancis), karna rasa penasaran. Saya ingin tahu apa yang orang-orang lakukan di sini, apa yang sedang terjadi di sini dan seperti apa Lourdes itu. Saya adalah orang Katolik sejak kecil tapi telah lama saya tidak mempraktekkan kekatolikanku. Telah lama saya menjauhkan diri dari aktivitas parokiale-eklesiale. Ketika sahabatku mengajakku ke sini, saya menyetujuinya demi memenuhi rasa ingin tahuku. Ketika tiba di sini saya ikut berdoa
bersama yang lain, melakukan prosesi, mengunjungi gua dan meminum air dari gua. Kesanku
Peziarah yg sedang mengambil air utk diminum
selama mengikuti ziarah dan selama berada di sini adalah bahwa sakit-penyakitku tetap ada tetapi ketenangan batin yang kualami lebih besar dan lebih memuaskan meskipun tak kusangkali kerinduanku untuk disembuhkan secara fisik. Di tempat ini saya menemukan kekuatan spiritual yang membantuku menanggung penderitaan fisikku karena kuyakin bahwa Madonna (Santa Maria) mendengarkan doaku dan mendoakanku selalu….,..
  ”(kisah seorang ibu yang telah berziarah ke Lourdes lebih dari lima kali yang kukisahkan ulang…)
Basilica de Rosari dan di bawahnya, pada bagian kiri terletak Gua Maria Lourdes

Kisah di atas merupakan sebuah kisah dari sekian kisah yang kudengar dari orang-orang sakit yang kubantu selama berziarah ke Lourdes (8-13 agustus 2013) dengan UNITALSI regio Lombarda. Setiap peziarah terutama yang sakit mempunyai kisah dan alasan personal saat berziarah ke sana. Salah satu alasan yang kuat yang membuat banyak peziarah datang ke Lourdes adalah sumber air atau mata air yang terdapat dalam gua. Dalam salah satu penampakan Bunda Maria kepada Bernadeta, Bunda Maria meminta Bernadeta untuk memakan dedaunan demi pertobatan dan meminum air dari sumber air—yang muncul setelah Bernadeta menggaruk tanah tempat di mana Bunda Maria memintanya—untuk penyucian diri. Sampai sekarang para peziarah dapat menikmati segar dan sejuknya air itu. Di
bagian kiri dari gua ada banyak kran air di mana sejak pagi hari dari jam 05.30 sampai jam 12.00 malam hari selalu ada orang yang antri untuk meminum airnya atau mengambil airnya sebagai ole-ole ke rumah. Di bagian kanan dari gua dapat ditemukan 2 bagian khusus untuk mandi bagi laki-laki dan permpuan. Setiap hari di dua tempat ini selalu ada antrian panjang untuk meminum air atau untuk mandi.

Sejauh pengamatanku selama 5 hari di sana, para peziarah datang dari berbagai penjuru dunia. Peziarah dari Eropa lebih banyak dari peziarah dari Amerika, Afrika dan Asia. Peziarah Asia sebagian besar berasal dari Bangladesh dan sekitarnya, dari Filipina, Cina, Korea dan tidak ketinggalan para peziarah Indonesia yang sayangnya kuketahui dua hari terakhir sebelum balik ke Parma.
Gua Maria Lourdes, Prancis

Para peziarah ini pada umumnya datang dalam grup seperti kami. Masing-masing grup mempunyai jadwal kegiatan tersendiri bahkan bisa merayakan misa dalam bahasa asal para peziarah. Di malam hari ada prosesi Flambou, perarakan Bunda Maria di mana masing-masing orang membawa lilin berwarna. Selama perarakan ini secara bersamaan para peziarah mendoakan rosario dalam berbagai bahasa dan menyanyikan lagu-lagu Maria dalam berbagai bahasa, termasuk lagu Ave Maria dalam bahasa Indonesia. Dua hari sebelum kami pulang kembali ke Italia telah tiba di Lourdes para peziarah Perancis. Jumlah mereka lebih banyak dari kami. Para relawan dari peziarah Perancis adalah anak-anak muda usia SMA atau mahasiswa. Melihat mereka, melihat relawan dan peziarah Perancis ini, saya merasa senang dan sangat terkesan. Perasaan senangku cukup berasalan karena akhir-akhir ini saya selalu mendapat berita dan mempunyai kesan bahwa
Gua Maria Lourdes dari seberang kali, dari bagian utara
Gereja di Perancis tampaknya semakin lama hamper tak terdengar suaranya bukan hanya karena jumlah umatnya yang menurun melainkan juga karena ada banyak pihak yang melawan atau beroposisi dengannya. Namun ketika saya melihat para peziarah dan relawan Perancis yang masih sangat muda dan penuh antusias, pandanganku mulai berubah. Di hadapan mereka, saya melihat bahwa Gereja di Perancis masih ada dan masih hidup. Orang-orang muda ini akan mewujudkan mimpi itu dan menerusakannya.

Lalu, apa yang kutemukan dalam perjalananku ke Lourdes? Saya merasa sangat puas, sangat senang dan sangat bahagia selama berada di sana. Saya senang dan puas karena bisa membantu orang sakit mewujudkan kerinduan spiritual mereka. Pekerjaanku hanyalah mendorong kursi
roda orang-orang sakit dan mendengar kisah hidup mereka yang cukup menyayat hati. Pekerjaanku ringan
Bagian atas Basilica de Rosari
namun saya bahagia karena dapat membantu mereka, orang-orang sakit ini, mewujudkan mimpi mereka untuk menemukan kesejukan spiritual. Dalam rasa puas yang mereka alami terungkap pula rasa puasku. Saya senang bisa menjadi alat yang membantu mereka bahagia dan senang.





Saya merasa senang dan gembira terutama karena bisa berada di sana dan menyaksikan banyaknya peziarah yang hadir dan datang untuk berdoa yang tentunya mencari Sang Sumber Air Sejati. Selama berada di tempat ini saya begitu yakin bahwa saya dan semua peziarah datang untuk memasrahkan hidup mereka kepada Tuhan. Banyak motivasi konkret terpatri dalam diri tiap peziarah tapi semuanya terarah pada satu kerinduan untuk mencari, mengenali dan mengalami kehadiran Tuhan. Secara konkret kerinduan itu terungkap dalam pengampunan yang diterima dalam sakramen rekonsiliasi, daslam uluran tangan para relawann, dalam ketegaran hati si sakit dalam menanggung penderitaannya termasuk dalam sejuk dan segarnya air dari gua Maria Lourdes. Oh Tuhan terima untuk segalanya itu!!!
Bagian atas dari Basilica de Rorasi



Namun jangan lupa bahwa semua kesan, kisah, dan pelayanan di atas terjadi karena peran seorang gadis belia, seorang gadis buta huruf yang berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Bernadeta, nama gadis itu! Sebelum terjadi penampakan Bunda Maria kepada Bernadeta, gua ini sebelumnya merupakan tempat 
Di depan Basilica de Rosari
mengungsi saat hujan bagi orang yang mencari kayu di sekitarnya dan bagi para penggembala. Namun kini gua itu mempunyai makna spiritual yang mendalam. Gua itu kini berfungsi sebagai sumber kesejukan dan kesegaran serta pembaruan spiritual bagi orang banyak. Gua itu kini menjadi tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai bangsa dari seluruh dunia dengan perbedaannya di mana perbedaan itu di sini tidak dipertentangkan sebagai konflik. Gua itu kini menjadi tempat anak-anak muda dan para relawan ber-compassione dengan orang-orang sakit. Benarlah apa yang dikatakan oleh Mgr. Nicola, uskup di Lourdes dan sekitarnya, ketika mengatakan bahwa Gua Maria di Lourdes adalah tempat oarang belajar tentang hidup, la scuola di vita. Singkatnya dapat dikatakan bahwa kesediaan Bernadeta mendengarkan pesan

St. Bernadeta
Bunda Maria membantu orang banyak untuk bertobat dan membarui hidup iman mereka.

Santa Bernadeta, engkau telah berperan besar bagi hidup iman para peziarah dari generasi ke generasi. Doakanlah saya dan bantulah saya untuk mempunyai iman dan keberanian sepertimu. Doakanlah juga sahabatku yang menyandang nama Bernadeta untuk menjadi sepertimu: menjadi alat dan tempat di mana orang lain dapat menemukan kedamaian, sukacita dan harapan dalam suka duka hidup mereka. Amin.







@@@@@@@@@@@@@@@@@@@


Salah Tebak, apes deh!!

Bersama Rm. Y. Olla dan Rm. Erwin, MSF di depan gua


Pagi kedua di Lourdes, saat ikut misa pagi di Basilika de Rosario saya melihat 2 orang suster. Wajah mereka mirip sekali wajah orang Flores dengan rambut khas seperti orang NTT pada umumnya. Saya yakin bahwa 2 suster ini pasti berasal dari Indonesia. Segera setelah misa saya mencari mereka dan ketika kujumpai mereka saya bertanya, “Suster dari Indonesia ya?”. “Oh bukan, kami bukan orang Indonesia. Kami berasal dari Madagaskar,” jawab salah seorang dari mereka dalam bahasa Italia. Dengan segera saya mengucapkan “Grazie” dan langsung balik kanan.

Foto bareng dgn para relawan dari Cremona,,,
Hari berikutnya, di tempat yang sama, tepat di belakangku ada dua orang suster. Satu berwajah seperti orang dari Manado dan yang satunya lagi berwajah mirip orang Jawa. Dalam hatiku saya meyakinkan diri bahwa kali ini saya tidak akan keliru lagi seperti hari sebelumnya. Setelah selesai misa saya keluar mengikuti mereka dan sesampainya di luar saya mendekati mereka serta bertanya, “Suster dari Indonesia ya?” “What? I don’t understand what you mean?”, jawab salah satu dari mereka. “Ohh…I mean, I want to know where do you come from? Are you Indonesians?”, lanjutku. “Oh no! We come from philippines. And you? Where are you from?” “I am Indonesian” Untuk beberapa saat kami sempat berkomunikasi tetapi tetap tidak bisa kusembunyikan rasa malu karena salah tebak dua kali. Hari berikutnya tanpa kucari-cari, di depan gua Maria, saya bertemu dengan beberapa orang Indonesia. Kerinduanku untuk bicara bahasa Indonesia dengan sendirinya terobati…

 


Parma, 17 Agosto 2013