Kamis, 31 Juli 2014

Saya dilahirkan untuk dijual……



Saya mau memperkenalkan diriku tapi ada daya dan sayangnya saya tidak mengenal siapa diriku atau lebih tepatnya dapat dikatakan saya tidak punya nama. Aneh memang tapi itu nyata! Saya hanya tahu negara asalku yaitu Thailand, dari Asia. Meskipun saya tidak mempunyai nama, saya merupakan orang yang sangat berutung karena saya dapat masuk keluar suatu negara tanpa harus punya pasport dan visa sehingga saya tidak punya masalah apapun dengan pihak imigrasi dan polisi. Mungkin orang yang berurusan dengan saya harus membayar pajak tentang identitasku tapi itu bukan urusanku, dan lagi bukan saya yang harus pusing melakukan semuanya itu. Jadi dalam hidupku saya telah keluar dari Thailand ke Indonesia dan negara terakhir adalah Italia. Waduh senangnya nasibku.

Keberuntunganku yang terbesar dan yang paling indah kurasakan adalah ketika saya berada di Indonesia lebih tepatnya di Jakarta. Di sana saya menetap dalam sebuah keluarga katolik yang sangat santun, baik dan religius.


Maaf saya lupa selama berapa lama saya berada di tengah mereka karena saya begitu menikmati kebaikan mereka yang luar biasa besar yang saya lihat. Di hadapan suatu hal yang sangat baik dan terpesona biasanya saya begitu terpukau sehingga saya lupa waktu seakan-akan hal itu menyerap seluruh perhatianku.

Keberadaanku bersama atau dalam keluarga ini tidak berarti banyak. Saya jujur sekali tidak melakukan apapun, saya cukup berada saja, saya diam mendengar kisah dan mengamati kehidupan keluarga ini yang diwarnai dengan kerendahan hati dan kebaikan. Saya tidak bisa tidak bersaksi akan semuanya itu.

Hal yang saya dengar dari mereka adalah bahwa saya mempunyai kemampuan luar biasa untuk mengingat semua hal disampaikan dan disalurkan kepadaku. Kata mereka saya juga mempunyai kemampuan untuk menjawab atau merespon hal-hal yang mereka cari asalkan terlebih dahulu mereka menginformasikan ke otakku. Kata mereka otakku sangat pintar karena apapun yang terekam pasti tersimpan dengan baik dan dapat diingat serta siap selalu untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Saya sendiri belum mengukur kemampuanku sehingga saya masih penasaran dengan diriku, dengan kemampuan yang saya miliki. Soalnya selama berada bersama mereka kemampuanku itu belum mereka gunakan. Alasannya sederhana sekali bahwa saya mau dihadiahkan kepada salah seorang anak mereka tapi saatnya belum tiba bagi beliau untuk membuktikan kemampuanku.

Meskipun demikian saya merasa sangat berharga dan beruntung berada di keluarga ini karena sikap mereka lebih manusiawi dibandingkan sikap orang tua asalku. Keluarga asalku melahirkan saya hanya demi memenuhi kebutuhan ekonomis semata. Mereka menciptakan atau melahirkanku untuk dijual. Kan aneh! Seandainya mereka bertanya atau meminta pendapatku untuk dilahirkan sebagai obyek jual beli, saya tidak akan setuju. Maksudku seandainya saja saya tahu bahwa saya diciptakan untuk dijual, pasti dengan tegas saya menolak untuk diciptakan. Tapi apa boleh buat, saya telah dilahirkan dan telah dijual dan beruntung sekali mereka menjualku kepada keluarga yang sangat baik, yang menjagaku dengan baik dan yang mau menjadikanku sebagai hadiah atau berkat kepada orang lain. Menjadi hadiah atau berkat bagi sesama kan lebih bermartabat atau lebih tinggi nilainya daripada menjadi hal yang bisa dijual beli. Jadi, saya sangat bangga dan kagum pada sikap keluarga yang membeli diriku yang mengubah derajad hidupku dan memberikanku makna atau nilai yang baru. 

Sikap baik keluarga ini selalu membuatku bertanya mengapa mereka begitu baik? Saya tidak mau mengada-ada atau mereka-reka jawabannya. Yang jelas mengalami perhatian dan perbuatan baik mereka sudah cukup bagiku untuk bilang bahwa buah yang baik pasti selalu berasal dari pohon yang baik. Dari buahnya orang bisa tahu apa pohonnya. Buah mangga pasti selalu berasal dari pohon mangga dan tidak mungkin menghasilkan buah belimbing. Buah yang baik pasti berasal dari pohon yang baik. Hal itu sudah saya rasakan dan berangkat dari hal yang saya rasakan itu, maka sekarang saya menulis pengalaman ini.

Mau tahu lebih lanjut kebaikan mereka? Ikuti saja petualanganku dari rumah mereka di Jakarta ke Italia, negara yang terkenal dengan spaghetinya dan seribu piazza-nya serta pizzanya yang lezattt. Orang yang suka seni dan musik pasti selalu ke sana, ke italia maksudnya. Sayangnya saya tidak pandai bermusik tapi pandai makan, jadi sekali lagi saya menjadi orang yang beruntung karena bisa menikmati secara langsung nikmatnya spageti atau pizza khas Italia. Pasti kalian tanya kenapa saya beruntung lagi, kenapa saya ke Italia?

Yang jelas saya diutus ke Italia karena saya mau dihadiahkan kepada salah seorang anak laki-laki yang sedang belajar menjadi orang yang (mungkin) berguna bagi orang lain. Saya tidak kenal anak laki-laki ini tapi kata mereka dia sangat membutuhkan kehadiranku terutama kemampuanku untuk membantunya dalam belajar dan petualangannya untuk menjadi manusia bagi orang lain. Mungkin penjelasan ini agak rumit tapi kata mereka memang tipenya memang seperti itu. Saya berharap banyak bahwa anak laki-laki ini dapat memperlakukanku seperti hal yang kualami di keluarga baik ini.


Jadi, keberangkatanku ke negeri seberang dilandasi sikap peduli dan perhatian atas keadaan sesama. Intinya saya dihadiahkan atau diutus untuk si anak laki-laki itu. Hal ini sama sekali tidak tergantung pada kemampuanku melainkan tergantung atau terdorong oleh sikap hati yang baik dari keluarga ini. Keluarga ini, melaluiku, sangat mengerti keadaannya dan melaluiku keluarga ini ingin membantu dan memenuhi kebutuhannya. Dalam diriku anak laki-laki akan secara langsung mengalami kebaikan dan perhatian dari keluarga yang baik ini. Kehadiranku akan menjadi bukti perbuatan kasih mereka. Jadi, cukup dengan melihat dan menggunakan kemampuanku, anak laki-laki ini melihat dan merasakan uluran tangan dan kehadiran keluarga ini.

Jujur saja ketika melepaskan diriku dari keluarga ini tidak ada sedikit pun rasa sedih dalam hatiku. Karena, saya merasa bahwa kepergianku bukan karena saya ditolak atau dijual kembali melainkan saya membawa hati mereka yaitu hati yang tulus untuk berbagi. Mereka berbagi bukan karena mempunyai hal yang lebih tetapi mereka berbagi karena hati mereka mengerti keadaan orang lain. Hal ini mengingatkan saya akan kalimat yang pernah ibu sampaikan yang bunyinya, “Orang yang kaya bukanlah orang yang mengumpulkan banyak harta melainkan orang yang memberi/membagi banyak dari diri mereka sendiri.”  Jadi perjalananku melewati lautan lepas ini semata-mata terdorong oleh semangat ini. Saya telah dan akan menjadi saksi isi hati yang tulus ini.


Saya tiba di Parma, akhir Mei lalu, siang hari dan malam harinya setelah doa rosario saya berjumpa dengan sahabatku yang baru yang merupakan tujuan akhir perutusanku. Hatiku senang sekali ketika merasakan penyambutan yang hangat darinya sambil berkata, “Akhirnya hal yang kunantikan setelah sekian lama tiba juga.” Dia semakin heran karna bersamaku dikirim juga sebuah kemeja batik yang sama sekali tidak dia bayangkan. Saya ikut ceria melihat wajahnya yang ceria menyambut isi hati keluarga yang hadir melalui diriku. “Waduh, betapa senangnya nasibku…” kata sahabatku ini.

Saya diantarnya ke tempat dia tinggal dan bertanya bagaimana keadaan bapa dan ibu sekeluarga di Jakarta. Saya menjawab dengan antusias pertanyannya seperti yang terungkap dalam kisah surat ini (sejak dari kalimat pertama sampai di sini). Setelah giliranku untuk bercerita selesai, dia melanjutkan dengan versinya dia yang intinya mengkonfirmasi pengalaman yang saya alami.
Dia bilang bahwa keluarga ini sangat baik dan hanya orang yang punya hati yang baik yang bisa peduli. Merasakan kebaikan keluarga ini, menurutnya, mengingatkannya akan kisah seorang anak kecil yang mempunyai 5 buah roti dan 2 ikan dalam injil dimana berkat kerelaanya untuk berbagi, Yesus dapat memberi makan lebih dari lima ribu orang yang mengikutinya. Keluarga ini, sama seperti anak kecil itu, menjadi semacam pengantara kebaikan Yesus terhadapa sesama. Mungkin masih ingat juga kisah lain di mana seorang pemuda dirampok dan dianiaya ketika sedang menuju ke Yeriko dari Yerusalem. Hanya orang Samaria yang baik hati dan peduli terhadap keadaannya mau memperhatikan dan merawatnya. Keluarga ini sangat sederhana tapi mampu bertindak seperti orang Samaria yang baik hati itu karena itu sahabatku yang baru ini sangat yakin bahwa keluarga ini sangat baik karena telah menjadi sesama bagi yang lain, yang mau memanusiakan yang lain dalam arti yang luas.


Mengakhiri percakapannya sahabatku mengutip sebuah kalimat dari bapa Paus Fransiskus: “IL bene tende sempre a comunicarsi atau Goodness always tends to spread”. Sikap itu tercermin dalam hidup dan tindakan keluarga ini. Mungkin itu pula nama yang mereka berikan kepadaku. Karena itu berbagi tak pernah rugi. Terima kasih banyak.
Parma, 28 luglio 2014

Pandri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar