Selasa, 01 Juli 2014

Si Dia Yang Kupandang….



Saya dan Arnaud, konfratrer seangkatanku dari  Camerun , berangkat dari Parma pada pukul 15.30 dan tiba di komunitas Xaverian di Salerno jam 23.30. Untuk sampai di Salerno kami harus ganti kereta api 3 kali: Parma-Bologna, Bologna-Napoli, Napoli-Salerno. Saya sangat menikmati perjalanan ini terutama dari Bologna-Napoli karena  untuk pertama kali saya menggunakan kereta cepat, Freciarossa, artinya secara literal adalah panah merah. Sama seperti panah, kereta ini melaju sangat kencang dan hanya berhenti sekali di stasiun di Roma.  Kami pun tiba sesuai jadwal dalam tiket di Salerno.

Terlepas dari rasa nyaman dan selamat selama dalam perjalanan dari italia utara ke italia selatan saya menyadari suatu hal yang istimewa yang belum kutemukan di negeriku tercinta dan hal istimewa ini tidak mau kuabaikan begitu saja. Saya mau belajar dari hal yang kulihat dan mau bermimpi agar negaraku tercinta suatu saat nanti bisa menirunya. Persis hal yang kulihat inilah yang mau saya kisahkan dalam goresan ini.

Selama dalam kereta maupun saat di stasiun menunggu kereta, saya  tidak menemukan hal-hal yang kulihat di stasiun maupun dalam kereta di Jakarta. Semua penumpang  duduk di tempat duduknya masing-masing: baca majalah, buku, koran, yang lainnya sibuk dengan computer atau handphone. Tidak kutemukan sampah bersererakan di mana-mana, tidak ada pemulung yang keluar masuk kereta. Di stasiun saat menunggu kereta tidak kutemukan orang yang menyeberang rel kereta api karena sudah tertulis di bahu rel kereta untuk tidak menyeberangi rel kereta api. Pokoknya semuanya teratur baik.

Ketika melihat semuanya ini saya kemudian sadar bahwa saya sedang berada di sebuah negara maju di eropa, negara yang terkenal dengan seribu piazza juga negara penuh dengan karya seni. Masyarakatnya  sudah maju.  Ukuran kemajuannya dapat dilihat tidak hanya dalam cara mereka berpikir maupun kemajuan dalam bidang sains dan teknologi melainkan juga  mereka maju dalam hal kesadaran dan tanggung jawab sosial satu terhadap yang lain. Saya sering mendengar ucapan bahwa orang eropa itu sangat individualis. Hal itu memang ada benarnya, tapi hal itu tidak menjadi semacam alibi untuk menutup diri dari hal-hal positif yang ada pada mereka.

 Kesadaran dan tanggung jawab sosial ini dapat dirasakan saat berada di hadapan loket untuk membeli tiket. Pembeli tidak dipersulit. Harga tiket dapat dengan mudah diketahui lewat internet. Tidak ada calo. Ketika seorang penumpang sedang melakukan transaksi jual beli tiket, penumpang yang lain tahu diri untuk menunggu giliran dan berada dalam barisan. Tidak ada namanya “main serbu saja” Yang satu menghargai yang lain. Sebaliknya juga begitu.

Saat masuk keluar kereta semuanya berjalan lancar. Penumpang yang mau turun didahulukan. Begitu masuk yakinlah bahwa nomor kursi yang tertera di tiket sudah siap untukmu. Tidak ada yang merebutnya. Tidak ada penumpang masuk keluar lewat jendela. Jangankan penumpang, barang-barang bawaanpun tidak kulihat bahwa dimasukkan atau dikeluarkan lewat jendela

Kalau di Jakarta, penumpang kadang pusing menolak tawaran juru angkat barang yang terkesan memaksa agar barang bawaannya dipercayakan kepadanya dengan imbalan jasa tertentu, di stasiun di Italia hal seperti itu belum pernah kutemukan. Yang kulihat adalah pekerja yang membersihkan stasiun, yang bekerja dengan penuh dedikasi. ,

Orang-orang yang ada di stasiun adalah orang-orang yang memang mau bepergian atau para petugas yang bekerja/yang sedang dinas meskipun juga ada penjual tapi para penjual ini berada di luar stasiun. Belum kutemukan para penjual jalanan yang menawarkan jualannya. Yang ada adalah semacam warung self-service di mana dalam warung itu sudah tertera semua harga dari jenis barang yang dijual berikut nomor urutnya masing. Ketika seseorang hendak membeli snack atau sebotol air, cukup dengan melihat nomor dan harganya. Untuk membelinya, cukup memasukkan sejumlah uang sesuai harga barang yang bersangkutan. Dengan sistem ini, dalam ruang tunggu, para penumpang merasa nyaman tanpa merasa takut barang-barangnya dicuri.  

Selain itu kereta api masuk keluar stasiun pada umumnya tepat waktu, sesuai dengan jadwal yang telah dipastikan. Keterlambatan kereta api tentu saja ada, tetapi tidak terjadi setiap hari. Kepastian jadwal ini meyakinkan penumpang bahwa mereka dapat sampai di tempat tujuan sesuai dengan waktu yang diperikirakan.

Di hadapan situasi ini saya merasa sangat terpesona karena semuanya telah dijadwalkan dengan teliti dan baik. Lebih dari itu saya merasa kunci dari semua realta positif yang kulihat terlaksana seperti ini bukan hanya karena sudah diatur memang seperti itu. Saya melihatnya bahwa masyarakat sudah merasa sangat penting untuk menaati hukum karena dengan cara seperti itu mereka dapat mewujudkan kebutuhan mereka juga mewujudkan kebutuhan orang lain. Dengan demikian saya mengerti mengapa orang barat beda dengan orang Indonesia. Perbedaanya tereletak pada kesadaran dan tanggung jawab sosial dari masyarakatnya.

Satu hal yang kusadari penting adalah bahwa berdisiplin, membiasakan diri tepat waktu/bertanggungjawab atas hal yang sedang dilakukan, tidak hanya bermanfaat untuk keperluan pribadi tetapi merupakan sebuah sikap menghargai orang lain.

Berangkat dari kesadaran ini saya pun berani mengatakan bahwa ketika saya memandang realta dengan teliti, realta itu sendiri menyatakan banyak hal atau lebih tepatnya mengajarkanku tentang arti atau makna atau di balik realta itu ada suatu makna positif yang bisa kupetik.

 

Yanto

Salerno, 30 maggio 2014.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar