Di depan Gua Maria Lourdes |
“……Awalnya, saya datang ke sini, Lourdes(Perancis), karna rasa penasaran. Saya ingin tahu apa yang orang-orang lakukan di sini, apa yang sedang terjadi di sini dan seperti apa Lourdes itu. Saya adalah orang Katolik sejak kecil tapi telah lama saya tidak mempraktekkan kekatolikanku. Telah lama saya menjauhkan diri dari aktivitas parokiale-eklesiale. Ketika sahabatku mengajakku ke sini, saya menyetujuinya demi memenuhi rasa ingin tahuku. Ketika tiba di sini saya ikut berdoa
Peziarah yg sedang mengambil air utk diminum |
Basilica de Rosari dan di bawahnya, pada bagian kiri terletak Gua Maria Lourdes |
Kisah di atas merupakan sebuah kisah dari sekian
kisah yang kudengar dari orang-orang sakit yang kubantu selama berziarah ke
Lourdes (8-13 agustus 2013) dengan UNITALSI regio Lombarda. Setiap peziarah
terutama yang sakit mempunyai kisah dan alasan personal saat berziarah ke sana.
Salah satu alasan yang kuat yang membuat banyak peziarah datang ke Lourdes
adalah sumber air atau mata air yang terdapat dalam gua. Dalam salah satu
penampakan Bunda Maria kepada Bernadeta, Bunda Maria meminta Bernadeta untuk
memakan dedaunan demi pertobatan dan meminum air dari sumber air—yang muncul
setelah Bernadeta menggaruk tanah tempat di mana Bunda Maria memintanya—untuk
penyucian diri. Sampai sekarang para peziarah dapat menikmati segar dan sejuknya
air itu. Di
bagian kiri dari gua ada banyak kran air di mana sejak pagi hari
dari jam 05.30 sampai jam 12.00 malam hari selalu ada orang yang antri untuk
meminum airnya atau mengambil airnya sebagai ole-ole ke rumah. Di bagian kanan
dari gua dapat ditemukan 2 bagian khusus untuk mandi bagi laki-laki dan
permpuan. Setiap hari di dua tempat ini selalu ada antrian panjang untuk
meminum air atau untuk mandi.
Sejauh pengamatanku selama 5 hari di sana, para
peziarah datang dari berbagai penjuru dunia. Peziarah dari Eropa lebih banyak
dari peziarah dari Amerika, Afrika dan Asia. Peziarah Asia sebagian besar
berasal dari Bangladesh dan sekitarnya, dari Filipina, Cina, Korea dan tidak
ketinggalan para peziarah Indonesia yang sayangnya kuketahui dua hari terakhir
sebelum balik ke Parma.
Gua Maria Lourdes, Prancis |
Para peziarah ini pada umumnya datang dalam grup
seperti kami. Masing-masing grup mempunyai jadwal kegiatan tersendiri bahkan
bisa merayakan misa dalam bahasa asal para peziarah. Di malam hari ada prosesi
Flambou, perarakan Bunda Maria di mana masing-masing orang membawa lilin
berwarna. Selama perarakan ini secara bersamaan para peziarah mendoakan rosario
dalam berbagai bahasa dan menyanyikan lagu-lagu Maria dalam berbagai bahasa,
termasuk lagu Ave Maria dalam bahasa Indonesia. Dua hari sebelum kami pulang
kembali ke Italia telah tiba di Lourdes para peziarah Perancis. Jumlah mereka
lebih banyak dari kami. Para relawan dari peziarah Perancis adalah anak-anak
muda usia SMA atau mahasiswa. Melihat
mereka, melihat relawan dan peziarah Perancis ini, saya merasa senang dan
sangat terkesan. Perasaan senangku cukup berasalan karena akhir-akhir ini saya
selalu mendapat berita dan mempunyai kesan bahwa
Gereja di Perancis tampaknya
semakin lama hamper tak terdengar suaranya bukan hanya karena jumlah umatnya
yang menurun melainkan juga karena ada banyak pihak yang melawan atau
beroposisi dengannya. Namun ketika saya melihat para peziarah dan relawan Perancis
yang masih sangat muda dan penuh antusias, pandanganku mulai berubah. Di
hadapan mereka, saya melihat bahwa Gereja di Perancis masih ada dan masih
hidup. Orang-orang muda ini akan mewujudkan mimpi itu dan menerusakannya.
Gua Maria Lourdes dari seberang kali, dari bagian utara |
Lalu, apa yang
kutemukan dalam perjalananku ke Lourdes? Saya merasa sangat puas, sangat senang
dan sangat bahagia selama berada di sana. Saya senang dan puas karena bisa
membantu orang sakit mewujudkan kerinduan spiritual mereka. Pekerjaanku
hanyalah mendorong kursi
Bagian atas Basilica de Rosari |
Saya merasa senang dan gembira terutama karena bisa berada di sana dan menyaksikan banyaknya peziarah yang hadir dan datang untuk berdoa yang tentunya mencari Sang Sumber Air Sejati. Selama berada di tempat ini saya begitu yakin bahwa saya dan semua peziarah datang untuk memasrahkan hidup mereka kepada Tuhan. Banyak motivasi konkret terpatri dalam diri tiap peziarah tapi semuanya terarah pada satu kerinduan untuk mencari, mengenali dan mengalami kehadiran Tuhan. Secara konkret kerinduan itu terungkap dalam pengampunan yang diterima dalam sakramen rekonsiliasi, daslam uluran tangan para relawann, dalam ketegaran hati si sakit dalam menanggung penderitaannya termasuk dalam sejuk dan segarnya air dari gua Maria Lourdes. Oh Tuhan terima untuk segalanya itu!!!
Namun jangan lupa bahwa semua kesan, kisah, dan pelayanan di atas terjadi karena peran seorang gadis belia, seorang gadis buta huruf yang berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Bernadeta, nama gadis itu! Sebelum terjadi penampakan Bunda Maria kepada Bernadeta, gua ini sebelumnya merupakan tempat
Di depan Basilica de Rosari |
St. Bernadeta |
Santa
Bernadeta, engkau telah berperan besar bagi hidup iman para peziarah dari
generasi ke generasi. Doakanlah saya dan bantulah saya untuk mempunyai iman dan
keberanian sepertimu. Doakanlah juga sahabatku yang menyandang nama Bernadeta
untuk menjadi sepertimu: menjadi alat dan tempat di mana orang lain dapat
menemukan kedamaian, sukacita dan harapan dalam suka duka hidup mereka.
Amin.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Pagi kedua di Lourdes, saat ikut misa pagi di
Basilika de Rosario saya melihat 2 orang suster. Wajah mereka mirip sekali
wajah orang Flores dengan rambut khas seperti orang NTT pada umumnya. Saya
yakin bahwa 2 suster ini pasti berasal dari Indonesia. Segera setelah misa saya
mencari mereka dan ketika kujumpai mereka saya bertanya, “Suster dari Indonesia
ya?”. “Oh bukan, kami bukan orang Indonesia. Kami berasal dari Madagaskar,” jawab
salah seorang dari mereka dalam bahasa Italia. Dengan segera saya mengucapkan
“Grazie” dan langsung balik kanan.
Foto bareng dgn para relawan dari Cremona,,, |
Hari berikutnya, di tempat yang sama, tepat di
belakangku ada dua orang suster. Satu berwajah seperti orang dari Manado dan
yang satunya lagi berwajah mirip orang Jawa. Dalam hatiku saya meyakinkan diri
bahwa kali ini saya tidak akan keliru lagi seperti hari sebelumnya. Setelah
selesai misa saya keluar mengikuti mereka dan sesampainya di luar saya
mendekati mereka serta bertanya, “Suster dari Indonesia ya?” “What? I don’t understand what you mean?”, jawab salah
satu dari mereka. “Ohh…I mean, I want to know where do you come from? Are you
Indonesians?”, lanjutku. “Oh no! We come from philippines. And you? Where are
you from?” “I am Indonesian” Untuk beberapa saat kami sempat berkomunikasi
tetapi tetap tidak bisa kusembunyikan rasa malu karena salah tebak dua kali. Hari
berikutnya tanpa kucari-cari, di depan gua Maria, saya bertemu dengan beberapa
orang Indonesia. Kerinduanku untuk bicara bahasa Indonesia dengan sendirinya
terobati…
Parma, 17 Agosto 2013