Senin, 27 Agustus 2012

Saat-saat sebelum hijrah dari CPR-42 ke Viale San Martino, Parma….(1)


Ujian hingga urus Pasport-Visa
Cerita ini berawal dari peristiwa dan situasi di akhir Juni 2012 yang lalu….
Saat itu kegembiraanku mendekati puncaknya yang tinggi mengingat 2 peristiwa besar baru saja kulewati sebagai mahasiswa. Lulus ujian skripsi dan ujian komprehensif (khas STF Driyarkara) merupakan 2 peristiwa penting yang kumaksudkan. Karena, hal-hal itu menandai berakhirnya pergulatanku sebagai mahasiswa di sebuah sekolah tinggi, yang tentunya dari segi pembelajaran, hal itu bukan akhir dari proses belajar. Tapi tidak apalah, untuk saat ini boleh kukatakan sebuah akhir yang memang harus kulewati.
Di sisi lain, kedua hal itu berarti penting karena perjuanganku tidak sia-sia. Kerja keras selama setahun terakhir—menyelesaikan tugas akhir yang sangat berat—ternyata memetik hasil yang menggembirakan bukan hanya untuk diriku melainkan juga konfratersku dan keluargaku. Saya memang tidak ingin membuat mereka bangga tetapi menunjukan hasil dari kerja keras dan ketekunan yang teguh. Pepatah lama ini, “No Pain, No Gain!”, akhirnya terlaksana dan hal itu memang benar.      
Di tengah suasana gembira itu, suatu hal istimewa kembali terdengar. Viale San Martino, Kota Parma, Italia, menjadi tempat tujuanku setelah hijrah dari CPR-42 (Wisma Xaverian, jln. Cempaka Putih Raya, 42 ; Jakarta), tempat tinggalku selama 4 tahun terakhir ini. Kabar ini kudengar langsung dari rektorku P. Matteo Rebecchi, SX, sesaat sebelum turun ke lapangan futsal CPR 42, suatu sore Jumat bulan Juni yang lalu (maaf, aku lupa tanggalnya). Rasa sukacitaku tak mampu kugambarkan dengan kata-kata saat itu bahkan main futsal sore itu terasa lain dari biasanya. Saya begitu bersemangat seakan-akan saya berlari tanpa menyentuh tanah dan mengejar bola seperti memburu emas. Yang jelas sesuatu yang uauuuuuuuuhhhhhhhh…..sedang menghinggapi diriku.

Tapi, hal ini tentunya bukan sebuah kebetulan yang tak pernah dibayangkan. Berita ini sudah bermula pada sebuah proses yang telah terjadi pada pertengahan April 2012 lalu saat saya membuat lamaran untuk pergi ke teologi internasional, bahkan jauh sebelum itu yaitu bulan Juni 2011 yang lalu. Saat itu memang saya tidak tahu tempat yang jelas tetapi saya mempunyai harapan yang besar sebagaimana berita akhir yang kuterima ini.
Berita  terakhir ini memungkinkan saya berangan-angan untuk berlibur ke kampung menjumpai orang tua dan keluargaku. Alasanya sangat jelas bahwa selama menjalani masa formasi dan pendidikan di Parma saya tidak mempunyai kesempatan cuti. Saat cutiku adalah saat sebelum berangkat ke Parma. Kabar inilah yang kemudian kujadikan alasan untuk meminta ijin cuti ke rektor dan syukurlah beliau menyetujuinya. Satu hal yang kupegang teguh adalah rencana liburan ini dan rencana keberangkatanku ke Parma hanya milikku saja. Saya berniat tidak memberitahu siapapun sampai saya sendiri yang menceritakannya ke orang tua dan keluargaku. Dalam beberapa kali kesempatan telepon dengan keluarga saya selalu mengelak ketika ditanya kapan liburan ke kampung dan kapan pergi TOM (tahun orientasi misioner). Saya selalu berusaha mengalihkan pembicaraan ketika mereka menanyakan hal itu.

Sambil menanti waktu cuti dan waktu hijrah tiba saya mengurusi banyak hal. Di antaranya saya mengurus pasport (kartu identitas internasional, kata Br. Kornel, konfraterku) sebagai syarat penting untuk mendapatkan visa (surat ijin tinggal di suatu negara selain negara asal). Praktisnya kedua hal ini yang penting untuk menentukan kepastian keberangkatanku. Seingatku Fr. Gordi, SX (menjalani masa tahun orientasi misioner di Yogyakarta, yang mendampingi calon-calon Rajawali misioner kami) menemani saya dan fr. Peter, SX (yang mau berangkat ke Kamerun via Italia) selama proses pengurusan pasport. Berkat dia banyak informasi dan lainnya berkaitan dengan urusan ini dapat berjalan lancar. 

Adapun syarat yang dibutuhkan untuk memperoleh pasport adalah KTP, KK, Akte Kelahiran, Ijasah, membutuhkan waktu 10 hari sejak memasukan berkas kewargaanku ke kantor imigrasi setempat. Setelah mendapat pasport saya melengkapi berkas untuk mengurus visa di antaranya surat rekomendasi dari Roma, dari Padang, tiket, foto ukuran 3x4, mengisi formulir yang disediakan kedutaan bersangkutan, dan akhirnya memenuhi panggilan wawancara.

Sayangnya, dalam perjalanan waktu masih ada kekurangann sana sini, informasi yang belum jelas maka proses pengurusan visa tidak bisa diselesaikan sebelum saya pulang kampung alias berlibur. Saya harus melanjutkan proses itu setelah selesai masa liburan bahkan waktu liburanku harus disesuaikan dengan appoitment yang sudah ditetapkan pihak kedutaan. Tentu rasa penasaran, ingin cepat selesai termasuk rasa tidak puas menghiasi diriku selama proses ini namun saya tetap optimis bahwa semuanya akan berjalan lancar…
 Saya tentu bersyukur atas kerjasama dan bantuan fr Harno, P. Matteo dan konfraters lainnya yang setia membantu saya dan fr Peter dalam mengurusi semuanya ini demi sebuah cita-cita ini: menjadikan dunia satu keluarga…..……bersambung…..     
Jakarta, 26 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar